Minggu, 22 Februari 2009

RIWAYAT TRAH KEPATIHAN DANUREDJO



Dalam keratonan Hamengkubuwono dikenal abdi dalem yang membantu tugas para Raja. Para Abdi dalem ini dibagi tingkatannya menjadi enam Tingkatan yaitu :

• Kanjeng Pepatih Dalem (satu tingkat dibawah raja)
• Kanjeng Tumenggung Nagari (kalau pemerintahan sekarang setingkat Menteri)
• Kanjeng Panji Palang Nagari/Kanjeng Wedana(Setingkat Gubernur/Bupat memegang daerah kadipaten)
• Bekel Punakawan Bedaya
• Jajar Punakawan Bedaya (Lurah/Komandan Pasukan)
• Pangaruh Babar (Prajurit/ Mantri)
• Emban Dalem (Pembantu Keraton)

Kepatihan dalam tradisi kraton Hamengkubuwono dibagi menjadi 2 yaitu Patih yang mengurus masalah pertahanan Keamanan dan Patih yang mengurus masalah Ekonomi dam masyarakat. Dalam hal ini Trah Keluarga Daredjo adalah kepatihan yang mengurusi bidang Pertahanan dan Keamanan Kerajaan. Tradisi Kepatihan sama halnya dengan tradisi Raja, bersifat turun temurun. Hanya bedanya jika Raja Meninggal maka digantikan oleh anak-anak Raja terutama dari permaisuri dan biasanya anak pertama raja yang disebut Putra Mahkota.

Dalam tradisi kepatihan ada sedikit perbedaan.Apabila seorang patih meninggal maka yang berhak mewariskan jabatannya bisa anak-anaknya,Adiknya atau ponakannya asal masih ada darah dari kepatihan yang bersangkutan.Tapi dengan syarat ia sudah harus setingkat Kanjeng Tumenggung Nagari atau Panji Palang Nagari.

Kembali saya bahas masalah kepatihan Danuredjo, Trah Danuredjo mengklaim sebagai keluarga Keratonan Surakarta Hadiningrat yang masih keturunan langsung dari Mahapatih Gadjah Mada. Salah satu turunan Mahapatih Hijrah ke Tanah Jawa dan mendirikan Kadipaten Palangsari (Sekarang Solo) sempat terjadi konflik dengan keratonan Surakarta karena dianggap melanggar batas wilayah, namun berdasarkan informasi bisa diselesaikan dan wilayah Talangsari menjadi wilayah Keratonan Surakarta (saya lupa Tahunnya).

Pada abad 17 sekitar tahun 1715 Hamengkubuwono I Mendirikan Kerajaan keratonan Hamengkubuwono dan Trah Karangbaswaro sebagai penguasa Ngayogyakarta sekitarnya. Dalam rangka memperluas kekuasaannya. Keraton Hamengkubuwono menginvasi Keraton Surakarta,Cirebon dan Kediri. Setelah peperangan selama 2 Tahun akhirnya keratonan Surakarta tunduk dibawah Keratonan Hamengkubuwono bersama Keratonan Cirebon.

Saya tidak tahu resminya kapan Danuredjo I diangkat menjadi patih kertaonan Hamengkubuwono pasca kekalahan keratonan Surakarta. Namun dari informasi yang saya kumpulkan, kejatuhan keratonan Surakarta disebabkan andil dari Danuredjo I. Maka atas jasanya Hamengkubuwono Menganugrahkan kepatihan dipegang oleh Trah Danuredjo (maaf saya kurang informasi mengenai nama aslinya).

Berikut ini daftar Kepatihan Danuredjo I sampai dengan VIII yang berhasil saya kumpulkan (maaf kalau tidak lengkap) :

KP DANUREDJO I
Mengenai Dauredjo I saya kurang mengenal karena minimnya informasi. Namun yang pasti sebelumnya beliau adalah Adipati Wedana (setingkat gubernur) dalam keratonan Surakarta Solo, Kemudian beliau membelot dan bergabung dalam keratonan Hamengkubuwono Yogyakarta. Karena andil beliau juga keratonan Surakarta bisa ditaklukan dalam kekuasaan keratonan Hamengkubuwono. Dibawah pimpinan Danuredjo I Keraton Yogyakarta pada akhirnya bisa menaklukan kerajaan Banjar dan Mataram. Atas jasa-jasanya itulah Hamengkubuwono I menganugrahkan gelar tertinggi kepatihan dan sekaligus gelar keraton Kanjeng Patih pada Danuredjo I. Beliau gugur dalam peperangan penaklukan kerajaan Banjar.

KP DANUREDJO II
Danuredjo II menggantikan ayahnya Danuredjo I sekitar tahun 1760, Dalam masa kepemimpinannya beliau banyak melahirkan ide-ide sistim keamanan keraton dan pembentukan kesatuan prajurit keraton menjadi 3 bagian yang masing-masing mempunyai fungsi berbeda yaitu Kesatuan Ketanggung, Kesatuan Patangpuluh dan Kesatuan Jogokaryo. Kesatuan ini langsung berada dibawah kepemimpinan beliau terutama dalam menghadapi serbuan pasukan Inggris. Pada masa KP Danuredjo II Kerajaan Banjar berhasil ditaklukan dibawah keraton Yogyakarta.

KPH DANUREDJO III
Pada tahun 1790 Danuredjo III yang bernama asli Barep Hadiwanaryo naik tahta menggantikan Danuredo II yang gugur dalam perang dengan pihak Inggris, status hubungan keduanya adalah Paman dan Keponakan. Adapun Hamengkubuwono II yang berinisiatif menunjuk Barep Hadiwanaryo selaku keponakan (anak adik dari Danuredjo II) Danuredjo II sebagai Danuredjo III, karena dianggap layak dan mumpuni dibandingkan trah Danuredjo lainnya. Saat itu usia Barep Hadiwanaryo masih muda sekitar 19 tahun. Ternyata penunjukan Barep Hadiwanaryo sebagai Danuredjo III tidaklah sia-sia. Keraton Yogyakarta bisa memukul mundur Penjajahah Inggris yang mulai memasuki wilayah Jawa Tengah. Pada bulan Juni 1812 Danuredjo III berhasil memimpin pasukan menghancurkan balatentara Inggris dibawah pimpinan Jenderal Gillespie. Danuredjo pun berhasil membunuh Jenderal Gillespie dan Admiral Michael P Scot.Keberhasilan ini mengantarkan Danuredjo III mendapat anugrah Mahapatih dari Hamengkubuwono II dan Gelar Kanjeng Patih Sinuwunharjo (KPH) dan tangan kanan langsung dari Hamengkubuwono II. Danuredjo III juga memperistri tiga putri Hamengkubuwono II, maka mulai dari sinilah Trah Danuredjo menjadi bagian keluarga dari Hamengkubuwono.
Pada masa Kepatihan Danuredjo III juga mulai muncul pemberontakan-pemberontakan dari keratonan lain yang berada dibawah Kerajaan Hamengkubuwono. Keraton Kediri dan Keraton Surakarta. Namun pemberontakan-pemberontakan itu bisa diredam oleh kekuatan dari Patih Danuredjo III. Bahkan atas perintah Hamengkubuwono II pada tahun 1799 Keratonan Kediri dibumi hanguskan oleh Danuredjo III. Danuredjo III pun memusnahkan hampir semua kerabat Keraton Kediri. Selanjutnya keraton kediri turun statusnya menjadi kadipaten Kediri dan dipimpin oleh Adipati yang merupakan salah satu dari Putra Danuredjo III (nanti menjadi Danuredjo IV).
Selain pemberontakan dari daerah kekuasaannya. Danuredjo III pun menghadapi pemberontakan dari trah Danuredjo sendiri terutama yang berasal dari anak-anak Danurdjo II yang tidak suka melihat kepemimpinan Danuredjo III. Pemberontakan bisa dikendalikan setelah salah satu putera Danuredjo II yang menjadi dalang pemberontakan dihukum mati oleh Danuredjo III. Pada tahun 1815 hubungan Danuredjo III dan Raja baru yaitu Hamengkubuwono III mulai merenggang, Hal ini akibat dari perjanjian penghentian perang antara Pihak keraton dan pemerintah Inggris yang kemudian dilanjutkan dengan kerjasama yang ditandatangani Hamengkubuwono III dan Rafles sebagai Gubernur Jenderal. Danuredjo III yang tidak menyetujui hal itu mengundurkan diri sebagai mahapatih dan melepaskan jabatannya pada tahun 1813, Jabatan kepatihan Keraton kosong hingga 5 tahun setelah itu Hamengkubuwono IV menunjuk putra Danuredjo III yaitu KP Joko Hadiyosodiningrat yang saat itu sebagai Adipati Kediri sebagai Mahapatih dan bergelar Danuredjo IV.
Catatan : Menurut legenda. Danuredjo III terkenal dengan kekuatannya, Dari legenda keraton dikatakan ia sanggup memindahkan batu besar seberat 1,5 ton tanpa bantuan siapapun. Danuredjo III pun terkenal dengan keperkasaannya dalam setiap peperangan,beliau selalu memimpin prajuritnya di garis paling depan. Danuredjo III juga merupakan simbol kejantanan, selain memperistri 3 putri Hamengkubuwono III beliau juga masih mempunyai 10 orang istri lagi.

GKP DANUREDJO IV
GKP Joko Hadiyosodiningrat menjadi Danuredjo IV patih keraton Yogyakarta menggantikan ayahnya. Gelar Gusti Kanjeng Raden (GKP)yang disandang karena Danuredjo IV adalah putra dari seorang ibu turunan Hamengkubuwono II (maaf saya lupa namanya) dan Mahapatih Danuredjo III. Sehingga gelar GKP sangatlah istimewa dan berhak disandang bagi keturunan dua keluarga termasyur, dari sinilah lahir istilah Gusti Kanjeng Pangeran (GKP). Otomatis beliau juga termasuk putra mahkota dan disiapkan oleh Hamengkubuwono III sebagai salah satu calon selain RM Ontowiryo (dikenal sebagai Pangeran Diponegoro) dan RM Ibnu Jarot (akhirnya menjadi Hamengkubuwono IV). Namun pada akhirnya beliau menolak menjadi raja dan membiarkan RM Ibnu Jarot menjadi Hamengkubuwono IV pada tahun 1814. Namun karena usianya masih sangat muda maka pemerintahan sementara dipegang oleh Paku alam I dari keraton Hadiningrat Surakarta. Banyak sekali kontroversi selama masa pemerintahan Pakualam I, Hamengkubuwono IV dan Danurejo IV.
Karena Hamengkubuwono IV masih muda dan belum bisa mengambil keputusan maka setiap kebijakan pemerintah banyak melibatkan Danuredjo IV dan Pakualam I. Pada masa pemerintahan ini, banyak rakyat Yogyakarta menderita karena Danuredjo IV dan Pakualam I justru bekerjasama dengan pemerintahan Belanda. Belanda dan pihak keration saling berbagi daerah kekuasaan dan membuat sistim pertahanan bersama untuk mencegah Inggris datang kembali. Danuredjo IV juga merintis pasukannya sendiri yaitu kesatuan Mantrijero yang justru bertujuan melindungi keluarga Danuredjo IV dan trahnya. Perang dingin antara Danuredjo IV dan Pakualam I semakin memperparah keadaan intern keraton. Keraton semakin tidak perduli dengan rakyat, hal ini yang akhirnya membuat RM Ibnu Jarot (Pangeran Diponegoro) hengkang dari keraton dan memilih berjuang sendiri demi rakyat. Akibatnya tidak ada kerukunan sesama keluarga keraton. Konfrontasi antara Danuredjo IV dan Pangeran Diponegoro pun pernah terjadi.
Selama berkuasa Danuredjo IV banyak menempatkan saudara-saudaranya untuk menduduki jabatan penting di pemerintahan. Satu demi satu pejabat keraton yang setia disingkirkan. Tidak terkecuali trah Patih Setiabudi III yang membidangi masalah EkonomiMasyarakat.
Setelah Pakualam I mundur dari jabatannya (ada desas desus karena tekanan dari Danuredjo IV) kekuasaan patih Danuredjo semakin merajalela. Kerjasama dengan Belanda semakin meningkat. Apalagi ketika Hamengkubuwono IV pun meninggal mendadak (desas desusnya pun Danuredjo IV terlibat) membuat Danuredjo IV semakin berkuasa. Pengangkatan putra mahkota yaitu RM Mustoyo yang belum genap berumur tiga (3) tahun (dalam tradisi raja Hamengkubuwono V adalah raja yang paling muda ketika dilantik) semakin membuat patih Danuredjo berkuasa. Dan tidak mengkawatirkan sepak terjang Hamengkubuwono V nantinya. RM Mustoyo pun mengikuti pendidikan militer di Belanda atas rekomendasi pemerintah Belanda. RM Mustoyo juga mempersunting putri kesayangan Danuredjo IV Kanjeng Mas Hermawati.
Dengan bekal kemiliterannya ini diam-diam Hamengkubuwono V membentuk pasukan Langenastro dan pasukan Dhaeng untuk membersihkan keraton dari kekuasaan mertuanya Danuredjo IV dan keluarganya. Pembersihan yang di pimpin Hamengkubuwono V dikenal oleh sejarah Keraton sebagai pembersihan yang cerdas karena hampir bisa dikatakan tidak menyebabkan pemberontakan dan pertempuran darah yang besar. Bahkan sangat rapih dan rahasia sekali.
Pasca pembersihan Danuredjo IV sempat ditahan selama 5 tahun namun mengingat akan jasa-jasanya juga sekaligus mertuanya, HamengkubuwonoV melepas beliau dengan syarat harus menjauh dan tidak berhubungan dengan pihak keraton Yogyakarta. Danurejo IV diketemukan tewas dalam kerusuhan Keratonan Surakarta .

Catatan : Salah satu jasa Danuredjo IV adalah membungkam pemberontakan keraton Kacirebonan. yang ingin memisahkan diri dari kekuasaan keraton Yogyakarta, yang lebih spektakuler dari usaha meredam pemberontakan ini adalah Danuredo IV hanya membawa 99 orang pasukan berhadapan dengan 8000 pasukan keraton cirebon.

KP DANUREDJO V
Hadiwaryo diangkat oleh Sultan Hamengkubuwono V sebagai Patih danuredjo ke V. Hadiwaryo adalah cucu dari Danuredjo III dan merupakan keponakan dari Danuredjo IV. Tidak seperti pendahulunya pada masa kepemimpinan Hamengkubuwono V dan Danuredjo V adalah masa kesejahteraan rakyat. Kedekatan Hamengkubuwono V dengan Belanda membuat keadaan Kerajaan yang semula penuh konflik menjadi kondusif dan stabil. Hamengkubuwono V menjalin kerjasama yang menguntungkan dengan Belanda dengan harapan mampu menciptakan kesejahteraan rakyat. Hal ini pun didukung oleh patih Danuredjo V. namun tidak bagi abdi dalem dan pangeran dilingkungan keraton yang menjunjung tinggi nilai perjuangan leluhur terdahulu Sehingga menimbulkan banyak pertentangan.
Kepemimpinan Hamengkubuwono V dan patih Danuredjo V sekitar tahun 1850 banyak melahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak merugikan rakyat. Pemberontakan Mataram dan daerah kadipaten yang hendak memisahkan diri berhasil diredam. Walaupun kerajaan Banjar akhirnya bisa melepaskan diri. Namun kebijakan yang lain seperti pengurangan pajak tanah dan pembangunan sarana dan prasarana untuk digunakan secara bersama mampu membuat kesejahteraan rakyat meningkat. Di bidang keamanan Danuredjo V bertindak sangat keras dan disiplin. Abdi dalem yang jelas-jelas kedapatan mengkorupsi uang kerajaan atau melakukan perbuatan kurang terpuji terhadap rakyat langsung mendapatkan hukuman berat. Danuredjo V berhasil melakukan pembersihan dilingkungan Keraton dan juga keamanan masyarakat. Berbagai perkumpulan dan kriminalitas yang meresahkan masyarakat beliau babat habis. Hanya saja beliau tidak bisa melakukan apa-apa ketika kerabat keraton sendiri yang melakukan "Kudeta" Terhadap Hamengkubuwono V. Pada tahun 1854 Sri Sultan Hamengkubuwono V meninggal dunia dan digantikan oleh adiknya RM Ariojoyo (sebagai Hamengkubuwono VI). Danuredjo V sempat hendak mengundurkan diri namun atas permintaan Hamengkubuwono VI ia masih memangku jabatan sampai tahun 1875. Beliau pensiun dan banyak mendalami ilmu agama.
Catatan : Menurut legenda Danuredjo V dikenal sebagai patih yang mempunyai kesaktian mumpuni. Banyak cerita mengenai kesaktian beliau. Seperti beliau bisa berada di beberapa tempat pada waktu yang sama namun pada lokasi yang berbeda, Mengetahui pelaku pembunuhan dengan hanya menyentuh barang yang digunakan sang pembunuh atau memindahkan bangunan pendopo keraton kelokasi yang berbeda dalam semalam tanpa diketahui siapapun.

KP DANUREDJO VI
Danuredjo VI naik tahta menggantikan Danuredjo V pada masa pemerintahan Hamengkubuwono VII sekitar tahun 1877. Danuredjo VI adalah adik dari Danuredjo V (Maaf saya tidak mendapatkan nama aslinya).Pada masa ini Keraton banyak melakukan perubahan di berbagai bidang menuju kearah modernisasi. Pihak keraton sudah mulai membuka diri terhadap pengaruh kebudayaan asing. Dibidang keamanan Danuredjo VI mempelopori modernisasi prajurit keraton dan membaginya menjadi 8 Kesatuan prajurit keraton.
Belanda yang mengetahui perubahan struktur dan modernisasi Prajurit keraton tidak menyetujuinya. Hal ini sempat mendapatkan reaksi keras dan juga tentangan dari Danuredjo VI. Belanda akhirnya bisa mempengaruhi Hamengkubuwono VII dan Petinggi keraton lainnya untuk membatalkan rencana modernisasi prajurit keraton. Kebijakan pun dibatalkan oleh Hamengkubuwono VII yang lebih mengutamakan pendirian pabrik gula dan usaha swasta. Hal ini meregangkan hubungan Danuredjo VI dengan Hamengkubuwono VII dan juga petinggi keraton lainnya. Danuredjo VI pun mengundurkan diri (saya tidak tahu tahun berapa tepatnya) dan akhirnya digantikan oleh Sepupu beliau RM Bambang Ryanto. Sedangkan beliau mengasingkan diri dan lebih banyak memperdalam ajaran agama islam. Beliau lebih dikenal sebagai Kyai Karebet.

KPH DANUREDJO VII
RM Bambang Ryanto menjadi Danuredjo VII menggantikan sepupunya Danuredjo VI. Pada masa kepatihannya beliau tergolong cukup sukses, bersama Hamengkubuwono VII beliau mendirikan banyak industri rakyat dan sekolah bagi Abdi dalem. Beliau juga yang mempelopori berdirinya usaha patungan swasta dan pemerintahan kerajaan dengan mengajak para bangsawan bersama menanamkan modalnya. Dibidang pertahanan beliau mengurangi jumlah personil prajurit keraton karea bidang keamanan sudah sebagian ditangani oleh Belanda. Hal ini jelas menjadi keresahan dikalangan prajurit keraton. Namun Danuredjo VII tidak kehilangan akal. Ia mengalihkan sebagian besar fungsi prajurit keraton menjadi pengawal hasil panen (distribusi) dan sebagian lagi diperbantukan dalam pabrik-pabrik milik Danuredjo VII. Beliau menjadi orang yang sangat kaya. Rupanya hal ini menimbulkan kecemburuan dikalangan Abdi dalem dan Kerabat keraton. Mereka menuntut agar Danuredjo VII kembali kepada fungsi jabatannya yaitu mengurusi pertahanan dan keamanan. Perselisihannya dengan Hamengkubuwono VII dimulai ketika Danuredjo VII berani merebut kawasan perdagangan Raja. Hamengkubuwono VII akhirnya memutuskan memberhentikan beliau sebagai patih karena dianggap melalaikan tugasnya dan juga berani mengganggu wilayah perdagangan raja.

KPH DANUREDJO VIII
Sepeninggal KPH Danuredjo VII, Hamengkubuwono VII langsung menunjuk putra ketiga Danuredjo VI yaitu Subari Wiro Haryodirgo sebagai patih Danuredjo VIII. Karena beliau dikenal tegas dan bijaksana. Selama masa kepatihan dipegang beliau roda pemerintahan dan keamanan dipegang dengan baik. Pada masa ini pula keraton mulai melakukan perlawanan secara diam-diam melawan Belanda. Atas titah Hamengkubuwono VII diam-diam keraton membiayai dan memperbantukan prajurit keraton dalam perjuangan masyarakat melawan Belanda pada tahun 1910, dibawah kepemimpinan Danuredjo VII para pejuang diberikan berbagai fasilitas keraton untuk melawan penjajah Belanda sekaligus pendidikan dan taktik strategi perang. Karena berbagai keberhasilan dan jasa beliau Hamengkubuwono menikahkan beliau dengan putri sulungnya GKR Candrakirono. KPH Danuredjo VIII termasuk yang paling lama menjadi patih Yogyakarta hampir 3 generasi kesultanan yaitu Hamengkubuwono VII, Hamengkubuwono VIII dan Hamengkubuwono IX. Beliau juga satu-satunya patih yang mempunyai pendidikan formal tinggi yaitu Sarjana Politik dari Belanda, beliau lulusan ELS (Europeesche Lagere School) dan satu-satunya juga patih yang benar-benar merangkak dari bawah dalam hal Jabatan. Akibat ketidakcocokannya dengan Hamengkubuwono IX beliau mengundurkan diri sebagai patih pada tahun 1945. Dan beliau adalah patih terakhir Kesultanan Hamengkubuwono, karena selanjutnya Kesultanan tidak mengaktifkan kembali fungsi kepatihan.

Catatan : Danuredjo VIII yang saya dengar mempunyai kemampuan supranatural tinggi, Beliau mampu tahu apa yang belum terjadi. Kata-katanya selalu menjadi kenyataan, beliau mampu melakukan penyembuhan dan juga bisa memberikan konsultasi perdagangan secara tepat.